Campur Tangan Industri Rokok Ancaman Kesehatan Anak

0
363

Bandung [MP]– Menuju Hari Tanpa Tembakau Sedunia (HTTS) Tahun 2024, Indonesian Conference on Tobacco or Health (ICTOH) ke-9 menyoroti konsumsi rokok yang masih meningkat dan mempengaruhi lingkungan hidup anak.

Ketua Panitia 9th ICTOH 2024, dr. Sumarjati Arjoso, SKM menyatakan ICTOH adalah kegiatan konferensi untuk menjaga energi dan konsistensi para pegiat dan akademisi kesehatan.

“ICTOH sudah dilaksanakan 8 kali sebelumnya. Melalui tatap muka bisa menambah energi para pegiat pengendalian tembakau. Mari gelar konferensi untuk menjaga anak Indonesia dari bahaya rokok,” ujar Sumarjati. Jumat (31/5/2024).

Saat ini terdapat tiga target kegiatan prioritas dalam pengendalian tembakau yakni; peningkatan jumlah kabupaten/kota yang menerapkan kawasan tanpa rokok, meningkatkan kab/kota dengan ≥ 40% Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) layanan upaya berhenti merokok, serta meningkatkan pengawasan jumlah label dan iklan produk tembakau.

Ketua Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) Dedi Supratman, SKM., MKM, menyebut pasien penyakit tidak menular (PTM) mengalami kenaikan sampai 70 persen di Indonesia. PTM juga terbukti menjadi penyebab kematian. Oleh karenanya, Dedi mengapresiasi para peserta ICTOH ke-9 yang pasti masih punya komitmen untuk upaya pengendalian tembakau.
“Oleh karena itu isu ini harus menjadi perhatian agar anak-anak tidak menjadi korban,” tuturnya.

Global Youth Tobacco Survey (GYTS) bahkan menunjukkan bahwa dalam rentang waktu tahun 2014 hingga 2019 terjadi peningkatan prevalensi perokok pelajar usia 13–15 tahun dari 18,3 persen menjadi 19,2 persen. Data perokok elektronik juga mencapai 11,5 persen pada remaja usia 13–15 tahun. Selain itu, Badan Pusat Statistik (BPS) membenarkan persentase merokok pada penduduk umur ≥ 15 tahun di Indonesia pada tahun 2023 sebesar 28,62 persen.

Dr. Tara Singh Bam selaku Director Tobacco Control Vital Strategies Singapore Office menyatakan penyebab tingginya angka perokok anak di Indonesia karena lemahnya penerapan aturan iklan, promosi, dan sponsorship yang membidik anak. Di sejumlah negara, pengendalian konsumsi rokok mengalami kesuksesan. Sayangnya, hal serupa belum optimal terjadi di Indonesia.

Menurut Tara, penting membangun integritas pemerintah daerah melalui kebijakan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) dan kontrol pembelian rokok konvensional juga rokok elektronik. Ia pun mendorong pemerintah agar berani menolak segala intervensi industri. Salah satunya dalam perhelatan World Tobacco Asia yang rencananya terselenggara di Surabaya, Oktober 2024.

“Perlu menjamin bahwa pemerintah daerah tidak terpengaruh dengan upaya-upaya intervensi dari industri rokok,” tutur Tara.

Sementara itu, National Professional Officer Policy and Legislation WHO Indonesia, Dina Kania SH., LLM, menyatakan Indonesia, masalah konsumsi tembakau di Indonesia terbukti karena adanya campur tangan industri tembakau. Indeks gangguan industri tembakau atau The Global Tobacco Industry Interferensi Index (TII Index) tahun 2023, menunjukkan Indonesia menjadi negara keempat yang paling banyak mendapat campur tangan industri tembakau. Dengan meraih 84 setelah Republik Dominika peringkat 100, Swiss peringkat 95, dan Jepang di peringkat 88.

Adanya campur tangan industri tembakau terindikasi menjadi salah satu faktor penghambat upaya pengaturan yang ketat terhadap industri tembakau.

Dina menyatakan, laporan TII Index tersebut dapat menjadi referensi penting bagi pemerintah untuk mempertimbangkan sejauh mana campur tangan industri tembakau mempengaruhi dalam proses pembuatan kebijakan serta guna mengambil tindakan yang lebih proaktif dalam melindungi kesehatan masyarakat, khususnya anak-anak dan remaja dari target industri tembakau. Permasalahan relevan dengan tema HTTS 2024, bahwa anak-anak harus dilindungi dari campur tangan industri tembakau.

“Jadi, sekalipun tren global prevalensi konsumsi tembakau menurun, tetapi di Indonesia belum. Indonesia masih menjadi 1 dari 6 negara yang menggunakan tembakau dan anak juga remaja menjadi sasaran produk ini,” ujar Dina.

Untuk itu, pengesahan Undang-Undang Kesehatan Nomor 17 bisa menjadi landasan hukum yang menurunkan intervensi industri rokok. Melalui aturan turunan dalam RPP Kesehatan nantinya bisa melarang iklan, promosi, dan sponsor dari rokok.

“Pemerintah perlu melarang produk tembakau di semua media penyiaran,” ujar Dina.

Regional Director for Ukraine and Eurasia, and Country Director for Indonesia Campaign for Tobacco Free Kids (CTFK), Joshua Abrams menyatakan kampanye melawan rokok penting secara konsisten dilakukan karena anak sebagai kelompok rentan menjadi sasaran industri. “Kita harus bersama-sama menjaga generasi masa depan, maka mari kita menjaga kehidupan kini untuk masa depan mereka,” terangnya.

Dr. Mrunal Shetye, MPH, selaku Deputy Representative UNICEF Indonesia menyatakan upaya pemerintah Indonesia menurunkan prevalensi perokok harus menghadapi tantangan karena adanya peningkatan global yang mengkhawatirkan dalam penggunaan rokok elektronik. Kondisi ini terdorong pemasaran rokok elektronik yang agresif dan rasa menarik untuk anak-anak dan remaja.

“Padahal menggunakan rokok elektronik bisa meningkatkan risiko terjadinya gangguan kejiwaan dan gangguan kognitif di kemudian hari,” tuturnya.

Berdasarkan data BPS tahun 2023, Jawa Barat merupakan provinsi dengan persentase perokok paling banyak ketiga yaitu sebesar 32,78 persen setelah Lampung 34,08 persen, dan Nusa Tenggara Barat 32,79 persen.

Menurut hasil pemantauan dashboard e-monev Kawasan Tanpa Rokok (KTR) tahun 2023, penerapan KTR di Kota Bandung telah berjalan dengan baik. Pasalnya sebesar 85,74 persen lokasi telah mematuhi KTR. Maka sebagai bentuk dukungan dalam upaya pengendalian tembakau bagi Kota Bandung, diharapkan ICTOH dapat menjadi tonggak penguatan pemerintah dan masyarakat Kota Bandung dalam upaya pengendalian tembakau.

Kepala Dinas Kesehatan Kota Bandung, Anhar Hadian bersyukur karena Kota Bandung sebagai tuan rumah ICTOH ke-9 selaras dengan komitmen pemerintah menciptakan kota ramah anak dan menjauhkan intervensi industri rokok.

“Di Bandung sudah ada KTR, dan Satgas KTR yakni ASN yang memastikan penerapan KTR,” kata Anhar.

Sementara itu, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular, Kementerian Kesehatan dr. Eva Susanti, S.Kp, M.Kes menyatakan perlunya aturan pelaksana UU Kesehatan bisa menghentikan campur tangan industri rokok.

“Maka Kemenkes sudha bertekad, komitmen bisa mendorong kepala daerah bisa terapkan KTR,” jelas dr. Eva.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini